About

Blogger news

Cuteki gadgets

Minggu, 22 Juli 2012

ENGKAULAH SANDARAN SEPEDAKU(cerpem gw ni!)




 ENGKAULAH SANDARAN SEPEDAKU

Kring…kring bunyi alaram berburnyi. Ari langsung mematikan alaram yang menunjukkan pukul 05 : 00. Ari langsung bergegas mengambil handuk, mandi lalu ambil air whudu untuk sholat subuh. Setelah sholat subuh Ari mengambil baju yang paling baik menurutnya, karena hari ini adalah harinya untuk mendapatkan uang, karena jarang sekali ia mendapatkan job seperti ini.  Setalah semuanya siap, lalu ia mengambil kamera yang dibeli dari hasil keringat sendiri, yaitu dengan mengikuti ayah temannya dulu, dan dari situlah sedikit demi sedikit ia mendapatkan honor dari ayah temannya yang bernama jhon alias Ijon. Di ruang makan sudah tersedia teh manis buatan ibunya. Jam sudah menunjukkan pukul 06 : 00, ia menyedu teh  manis itu hanya beberapa degukkan. Lalu ia langsung pergi. Tiba-tiba ibunya keluar dari kamar tidurnya.
 “ kenapa tehnya tidak dihabiskan? “ tanya ibunya melihat anaknya tergesah-gesah memasang sepatu.
“ nanti sajalah bu, nanti Ari terlambat , lebih cepat lebih baik. Biar besok-besok Pak Zul senang joinan sama Ari  “. Sepatu telah siap di pasang “ bu Ari pergi dulu ya, salamualaikum “ sambil menyalami dan mencium punggung tangan ibunya.
“ waalaikumussalam, hati-hati ya “. Dan Ari pun mengambil sepeda dan mengayuhnya.
Sepeda melaju cepat. Tiba-tiba ada seorang nenek di senggol sepeda motor, lalu ia terjatuh. Ari yang sedang membawa sepeda dengan kencangnya merem mendadak, dan menyusul nenek yang terjatuh tadi.
“ dasar manusia tidak bertanggung jawab “ marah terhadap orang yang menyenggol nenek-nenek itu. Lalu ia memapah nene itu, dan mendudukkannya baik-baik.
 “ apa nenek yang sakit ? “ tanya Ari khawatir.
Lalu nenek menjawab “ tidak apa-apa anak muda, saya hanya shok saja”.
Pikir punya pikir Ari tak mungkin berlama-lama dengan nenek ini
 “ maaf sebelumnya nek, karena nenek tidak apa-apa saya mohon pamit dulu, soalnya saya ada kerjaan yang mesti cepat di selesaikan “.
“ baiklah, nenek mengucapkan banyak terimakasih anak muda, oh iya nama kamu siapa? “. Tanya nenek itu.
“ Ari nek “. Jawab Ari singkat.  Ari pun bergegas mengambil sepedanya dan mengayuhnya. Di perjalanan Ari selalu melihat jam tangannya. Di setiap kayuhannya wajah kekawatiran selalu menyilimutinya.
Akhirnya Ari tiba di rumah pak Zul pada pukul 07 : 20 W.I.B. Ari bergegas menuju rumah Pak Zul. Di pintu depan ia berdiri dan mengucapkan salam, Ari menemukan pak Zul dengan seorang Wanita tengah berbincang-bincang, dan banyak kertas di hadapan mereka. Sepertinya mereka sedang membicarakan surat menyurat yang banyak itu, pikir Ari. Lalu pak Zul menyuruh Ari masuk ke dalam rumahnya dan mempersilahkan duduk. Tidak lama Ari duduk b ersama mereka, perempuan itu pamit pada pak Zul dan juga Ari. Sewaktu perempuan itu duduk di dekatnya, pandangannya tak luput dari perempuan yang cantik itu, bahkan sampai badan gadis itu tak tampak lagi.
 “ ehem “ suara pak Zul membuyarkan pandangan Ari.
“maaf pak “ dengan wajah malu.
 “ kenapa kamu cepat sekali datangnya, pemotretan anak-anak kira-kira pada waktu meraka  istirahat “ kata pak Zul pada Ari.
 Dalam hati Ari berkata  kenapa ia tak santai-santai saja, atau bahkan menolong lebih kepada nenek tadi.
 “ tapi tak apalah, lebih cepat lebih baik “ kata pak Zul senyum.
Pak Zul adalah kepala sekolah SMP, ia teman dekat almarhum Ayah Ari.
“ oh iya, saya sarankan photonya usahakan bener-bener bagus, karena ini untuk ijazah “ kata pak Zul. “ insya allah pak” jawab Ari.
” Kamu masih memikirkan perempuan tadi ya? “ tanya pak Zul tiba-tiba.
Lalu Ari tersipu malu, kenapa pak Zul tahu isi pikirannya. “ Aini itu guru baru pindah ke SMP saya, dia itu guru Bahasa Indonesia baru di tempat saya “ pak Zul menjelaskannya.
Dalam hati Ari berkata “ ternayata nama perempuan itu Aini “.
 “ jadi pukul berapa saya harus ke Sekolah pak? “ tanya Ari mencoba mengalihkan pembicaraan karena ia malu.
“ pukul 10 . 00 W.I.B, karena anak-anak istirahatnya pukul 10.20 W.I.B “ Jawab pak Zul.
“Kalo begitu saya pamit pak, saya ada perlu ke rumah teman saya sebentar
“ baiklah, lagian saya harus ke kantor Dinas Pendidikan ada janji dengan kepala Dinas pukul 08.00 W.I.B” jawab pak Zul, meraka berdua sama-sama berdiri,  dan pak Zul mengantar Ari samapi ke depan pintu rumah.
Sesampai di kantor Ijon, kantor pos. Ari bertemu dengan Ijon sedang menyusun surat. Mereka berbincang-bincang layaknya orang yang bersahabat. Ari melihat nama-nama penerima surat yang terletak di meja kerja Ijon. Lalu ia menemukan nama Aini Marlis. Lalu Ari bertanya kepada Ijon, karena ia berharap Aini yang ia baca tadi adalah Aini yang ia temukan di rumah pak Zul tadi pagi. Ijon mengatakan surat yang bernama Aini Marlis adalah langgananya, karena sudah dua minggu ini ia sering mengantarkan surat untuk Aini. Lalu Ari bertanya lagi, apakah Aini yang ia temui itu cantik. Menurut Ijon, perempuan itu cantik, tapi ia bertemu dengan Aini hanya beberapa kali. Karena yang sering menerima surat adalah ibunya atau neneknya, karena kata mereka Aini sedang pergi mengajar. Mendengar kata mengajar, lalu Ari kaget. Mungkin saja perkirannya benar.
Pukul sudah menunjukkan 10.10 W.I.B, Ari sudah sampai di SMP tempat dimana ia melakukan pemotretan. Ia duduk-duduk di labor IPA SMP tersebut, sambil menunggu jam istirahat. Ia melihat lingkungan SMP yang hijau oleh rumput-rumput di halaman sekolah. Lalu Ari melihat seorang perempuan yang ia kenal yaitu, Aini.
Aini lewat dihadapannya, dan berkata “ kamu yang ada di rumah pak Zul tadi kan? “ tanya Aini pas di depannya.
“ iya “ jawab Ari gugup.
“ oh iya nama saya Aini “ sambil menjulurkan tanganya “ dan Ari menyambut salam Aini sembari berkata “ Ari “.
 Perbincangan pun terjadi sebentar diantara mereka. Satu kata yang tersimpan oleh Ari yaitu, alamat rumahnya. Bel istirahatpun berbunyi, lalu mereka berpisah karena ia harus menjalankan tugasnya begitu juga dengan Aini ia juga harus pergi karena ada janji dengan teman di kantin sekolah.
Ke esokan harinya, Ari bermain ke kantor Ijon. Ari bertanya kepada Ijon, adakah surat untuk Aini hari itu. Namun sayangnya tidak ada surat untuk Aini hari itu. Ijon temannya bertanya dalam hatinya, kenapa tiba-tiba Ari ikut campur dalam urusan surat menyuratnya. Setiap hari Ari ke kantor pos untuk melihat surat untuk Aini ada atau tidak. Hari ketiga ia pergi ke kantor Ijon, akhirnya ada surat untuk Aini. Ari meminta Ijon, agar Ijon member Izin kepadanya untuk memberikan surat itu langsung kapada Aini. Awalnya Ijon tidak setuji dengan ide itu, namun Ari memohon kepadanya dan ia pun segan untuk menolak permintaan dari Ari karena mereka bersahabat sejak lama, dan lagian Ari belum pernah mengecewakan Ijon. Tapi sebelum Ijon memberikan izin kapada Ari, ia  menekankan terlebih dahulu kepada Ari agar menjaga surat itu, jika tidak maka Ijon yang akan kena marah oleh atasannya dan bisa-bisa ia dipecat.
Ari pergi mengantarkan surat untuk pertama kalinya kepada Aini. Ari pergi langsung kerumahnya. Setelah Ari mengetuk pintu rumah Aini, yang keluar hanya nenek yang sangat familiar baginya, tidak pikir lama lalu ia mengingatnya. Ternyata nenek itu adalah nenek yang ia tolong sewaktu ia menuju rumah pak Zul. Demikian juga dengan nenek yang lupa-lupa ingat dengan wajah Ari. Akhirnya mereka saling mengingat. Nenek mengingat Ari begitu juga denga Ari. Perbincancangan terjadi tak lama, ternyata nenek itu adalah neneknya Aini Marlis. Akhirnya surat itu tak langsung ke tangan Aini, hanya pada neneknya. Empat hari kemudian datang lagi surat untk Aini, lalu ia diberi izin oleh Ijon untuk mengantarnya. Di perjalan menuju rumah Aini, ia selalu berdoa agar ia menemukan Aini, dan langsung memberikannya pada Aini. Seperti biasanya ia selalu mengetuk pintu rumah terlebih dahulu baru mengucapkan salam. Akhirnya doa Ari pun terkabul, yang membukakan pintu adalah Aini itu sendiri. Awalnya Aini kaget, kenapa Ari yang mengantar suratnya itu. Lalu ia bertanya kenapa Ari yang mengantarkan surat itu. Awalnya Ari bingung mesti bicara apa, dan akhirnya ia berbohong kepada Aini, dan mengatakan Ijon tidak sempat mengantarkannya karena ia sibuk. Tiba-tiba nenek Aini muncul dan menyuruh Ari masuk. Katika Ari hendak menanggalkan sandal untuk masuk rumah, tiba-tiba Aini menghentikannya, ia  pun terkejut. “ ambil dulu sepeda kamu itu, karena di sini banyak maling. Walaupun itu siang hari “ kata Aini. Lalu Ari memasangkan sendalnya lagi, dan mengambil sepedanya di bawah pohon yang letaknya jauh dari teras  rumah. Setelah Ari mengambil sepeda ontanya itu, lalu ia menyandarkannya pada dinding sebelah kanan rumah Aini.
Ari disuguhi teh manis hangat oleh Aini. Tengah minum teh, nenek bercerita kepada Aini bahwa Ari adalah penyelamatnya waktu kecelakaan kemarin. Dan juga ia bercerita tentang cucunya. Nenek Aini orang yang open, enak di ajak ngobrol. Waktu sudah menunjukkan hampir sore, lalu Ari pamit pulang, dan menyalami nenek dan pamit pada Aini.
Setiap kali Ari mengantarkan surat untuk Aini, ia selalu menyandarkan sepedanya di tempat biasa, yaitu di dinding sebelah kana rumah. Untuk kesekian kalinya Ari mengantarkan surat untuk Aini. Akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya, siapa yang selalu mengirimkan surat untuknya itu.
 “ dia adalah pacarku “ jawab Aini datar.
Ari langsung lesu mendengarnya, putus harapannya untuk menjadikan Aini jadi pendampingnya. Beberapa saat kami terdiam. Tiba-tiba Aini bicara lagi
 “ tapi tak mungkin lagi rasanya jika aku harus mempertahankannya “.
 “ maksutnya? “ tanya Ari bingung.
“ mungkin kami akan putus “ jawab Aini.
“ kenapa “ tanya Ari.
“ adiknya suka semena-mena terhadapku, mungkin ia tidak suka terhadap hubungan kami, dan jarak kami terlalu jauh. Aku disini sementara ia disana.Dulu kami memang sering sama-sama, tapi keadaan tak seperti dulu lagi.  Mungkin dia akan jarang lagi mengirimiku surat dan setelah itu tak akan pernag lagi “ jatuhlah air matanya.
Setelah satu minggu sejak Aini bercerita tentang kekasihnya, datanglah surat untuknya. Surat itu masih dari  satu nama yang selalu mengiriminya surat yaitu Yudha Adrya. Ari ke rumah Aini untuk mengantarkan surat itu. Setelah sampai di rumah Aini, ternyata ia tidak ada di rumah, ia pergi mengajar. Setelah tahu Aini tidak di rumah, Ari langsung pergi ke SMP tempat ia mengajar. Ari menunggu Aini sampai selesai ia mengajar, lagi pula ia tidak ada kerjaan hari itu. Setelah Aini keluar dari gerbang sekolah, lalu ia memanggil Aini dan melambaikan tangannya. Ari menghampiri Aini, dan memberikan surat untuknya itu, namun Aini menyambut surat itu biasa saja, wajahnya langsung murung tidak bersemangat. Setelah Ari memberikan surat itu, lalu ia memboncengi Aini dan mengantarkannya pulang.
Sudah dua minggu surat untuk Aini tak pernah datang lagi, sedangkan ia ingin bertemu dengan Aini. Ari berpikir, apa alasan yang bisa membuatnya bertemu dengan Aini. Tidak lama ide cemerlangnyapun muncul. Minggu adalah waktu yang tepat untuk rencana ini, pikir Ari. Pagi-pagi Ari sudah rapi, karena ingin menjalankan rencananya.
 “ kamu ada job Ri? “ tanya ibunya.
 “ tidak bu, hanya saja ada yang mau Ari potret. Potret pemandangan indahnya dipagi hari “ jawab Ari.
Sesampai di sana, ia mengetuk rumah Aini dan mengucapkan salam. Langkah awal sepertinya berjalan, pikir Ari, karena yang membukakan pintunya adalah Aini sendiri. Aini pun heran kenapa Ari pagi-pagi ke rumahnya, dan hari minggu pula. Apakah Ari mengantarkan surat, pikir Aini.
 “ maaf Aini, aku mau motret-motret pemandangan dekat sungai di sana, jadi aku boleh titip sepedaku? “ agak gugup.
 “ owh, silakan “ Aini mempersilahkan Ari.
Seperti biasanya Ari menyandarkan sepedanya di tempat biasa. Minggu selanjutnya, ia di ajak oleh Ijon untuk pergi bersamanya.
“ besok temani aku ke pasar pagi ya Ri “ ajak Ijon.
 Ajakan Ijon membuatnya memunculkan ide baru, agar bisa bertemu lagi denga Aini. “ baiklah, jam berapa? “ tanya Ari.
 “ hmmm… kira-kira pukul 08.00 W.I.B lah, aku jemput kamu sebelum pukul delapan. Oke! “.
“ kamu jemput akudi rumah Aini saja “ kata Ari.
 “ kenapa di sana?” tanya Ijon heran.
 “ aku titip sepedaku di sana “ jawab Ari.
“ aku kan bisa jemput kamu di rumah ibumu, lagian aku pakai motor bapakku. Kita nggak usah repot-repot ngayuh sepeda”
“ kalau tidak begitu aku tidak bisa berjumpa dengan Aini, Ijon “ jawab Ari terus terang.
 “ kamu ini, ada-ada saja. Dari pertama aku sudah mengira kalau kamu jatuh hati pada Aini itu, makanya kamu itu bela-belain antar surat sejauh itu”.
Minggu pagi lagi-lagi Ari mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Untuk kedua kalinya ini yang membuka pintu adalah ibunya. Setelah bertemu dengan ibunya Aini, Ari memperkenalkan dirinya dan mengatakan bahwa ia adalah teman Aini. Di tengah-tengah sedang berbicara dengan ibunya Aini, datang Aini, dan ibunya langsung pamit ke belakang.
“ kamu pemotretan lagi? “ tanya Aini.
 “ tidak, aku hanya ingin pergi dengan temanku dan aku ingin menitipkan sepedaku lagi di sini. Bolehkah Aini? “.
“ boleh lah, kenapa tidak. Letakkan saja di tempat biasa “ jawab Aini.
 Sambil menunggu Ijon Ari dan Aini asyik berbincang-bincang.
Pada malam hari yang sunyi. Ari berpikir, disatu sisi ia bahagia, karena pria yang bernama Yudaha itu tidak pernah lagi mengirinya surat, itu bertanda mereka sudah tidak ada hubungan lagi. Di sisi lain, apakah Aini mencintainya. Sementara ia hanya tukang photo yang terkadang dapat  job, terkadang tidak sama sekali. Ari mencintai Aini, namun ia tak bisa mengungkapkannya, tapi kalaulah ia pendam terus, lama-lama sakit juga. Benar kata orang “ cinta itu di ibaratkan kentut, ditahan sakit dilepas malu “ pikirnya.
Keesokan harinya, Ari memberanikan diri untuk mengambil langkah untuk pendekatan. Ia menjemput Aini pulang mengajar. Ari menunggu di gerbang sekolah untuk kedua kalinya. Setelah anak-anak pulang, muncul lah Aini, tanpa Ari menyadarinya, ternyata Aini telah di sampingnya. Ari pun terkejut, melihat Ari terkejut Aini pun ikut terkejut.
 “ sejak kapan kamu berdiri di situ “ tanya Ari heran.
 “ belum lama “ jawab Aini senyum.
Setelah itu mereka berjalan berdua menuju arah sungai, Aini memegang tas dan bukunya, dan Ari memegang sepeda Ontanya sambil berjalan. Setelah sampai  di jembatan gantung  mereka hanya diam menikmati udara yang sejuk, dan di bawah jembatan gantung terdengar suara air sungai yang mengalir.       
  “ maukah kamu menikah denganku Ari “ tanya Aini tiba-tiba yang sangat mengejutkannya.
Ari hanya diam, tak tahu kata apa yang harus ia keluarkan.
 “ Okta Harianto, ku tanya sekali lagi. Apakah kamu mau menikahiku? “ tanya Aini dengan serius.
Lalu langkah Ari terhenti, begitu uga dengan Aini, dan meraka berhadapan.
 “ apakah kamu sedang bergurau? Apakah kamu serius? “ tanya Ari gugup.
“ setiap kali sepedamu bersandar di dinding rumahku, setiap itu pula kau sandarkan hatimu padaku. Bukan begitu Okta Harianto? “ tanya Aini senyum.
 Lalu Ari memberikan sepedanya itu pada Aini, dan berlari sekencang-kencangnya, dan berhenti di pertengahan jembatan gantung kemudian menghadap ke kanan jembatan.
 Lalu berteriak “ Aini! Aku Okta Harianto akan menikahimu Aini Marlis “. Dan Ari membalikkan badanya ke sebelah kiri jembatan. Lalu berteriak lagi “Aini! Aku Okta Harianto akan menikahimu Aini Marlis “.
         
TAMAT


Karya : Risanti Amelin

0 komentar:

Posting Komentar

Minggu, 22 Juli 2012

ENGKAULAH SANDARAN SEPEDAKU(cerpem gw ni!)




 ENGKAULAH SANDARAN SEPEDAKU

Kring…kring bunyi alaram berburnyi. Ari langsung mematikan alaram yang menunjukkan pukul 05 : 00. Ari langsung bergegas mengambil handuk, mandi lalu ambil air whudu untuk sholat subuh. Setelah sholat subuh Ari mengambil baju yang paling baik menurutnya, karena hari ini adalah harinya untuk mendapatkan uang, karena jarang sekali ia mendapatkan job seperti ini.  Setalah semuanya siap, lalu ia mengambil kamera yang dibeli dari hasil keringat sendiri, yaitu dengan mengikuti ayah temannya dulu, dan dari situlah sedikit demi sedikit ia mendapatkan honor dari ayah temannya yang bernama jhon alias Ijon. Di ruang makan sudah tersedia teh manis buatan ibunya. Jam sudah menunjukkan pukul 06 : 00, ia menyedu teh  manis itu hanya beberapa degukkan. Lalu ia langsung pergi. Tiba-tiba ibunya keluar dari kamar tidurnya.
 “ kenapa tehnya tidak dihabiskan? “ tanya ibunya melihat anaknya tergesah-gesah memasang sepatu.
“ nanti sajalah bu, nanti Ari terlambat , lebih cepat lebih baik. Biar besok-besok Pak Zul senang joinan sama Ari  “. Sepatu telah siap di pasang “ bu Ari pergi dulu ya, salamualaikum “ sambil menyalami dan mencium punggung tangan ibunya.
“ waalaikumussalam, hati-hati ya “. Dan Ari pun mengambil sepeda dan mengayuhnya.
Sepeda melaju cepat. Tiba-tiba ada seorang nenek di senggol sepeda motor, lalu ia terjatuh. Ari yang sedang membawa sepeda dengan kencangnya merem mendadak, dan menyusul nenek yang terjatuh tadi.
“ dasar manusia tidak bertanggung jawab “ marah terhadap orang yang menyenggol nenek-nenek itu. Lalu ia memapah nene itu, dan mendudukkannya baik-baik.
 “ apa nenek yang sakit ? “ tanya Ari khawatir.
Lalu nenek menjawab “ tidak apa-apa anak muda, saya hanya shok saja”.
Pikir punya pikir Ari tak mungkin berlama-lama dengan nenek ini
 “ maaf sebelumnya nek, karena nenek tidak apa-apa saya mohon pamit dulu, soalnya saya ada kerjaan yang mesti cepat di selesaikan “.
“ baiklah, nenek mengucapkan banyak terimakasih anak muda, oh iya nama kamu siapa? “. Tanya nenek itu.
“ Ari nek “. Jawab Ari singkat.  Ari pun bergegas mengambil sepedanya dan mengayuhnya. Di perjalanan Ari selalu melihat jam tangannya. Di setiap kayuhannya wajah kekawatiran selalu menyilimutinya.
Akhirnya Ari tiba di rumah pak Zul pada pukul 07 : 20 W.I.B. Ari bergegas menuju rumah Pak Zul. Di pintu depan ia berdiri dan mengucapkan salam, Ari menemukan pak Zul dengan seorang Wanita tengah berbincang-bincang, dan banyak kertas di hadapan mereka. Sepertinya mereka sedang membicarakan surat menyurat yang banyak itu, pikir Ari. Lalu pak Zul menyuruh Ari masuk ke dalam rumahnya dan mempersilahkan duduk. Tidak lama Ari duduk b ersama mereka, perempuan itu pamit pada pak Zul dan juga Ari. Sewaktu perempuan itu duduk di dekatnya, pandangannya tak luput dari perempuan yang cantik itu, bahkan sampai badan gadis itu tak tampak lagi.
 “ ehem “ suara pak Zul membuyarkan pandangan Ari.
“maaf pak “ dengan wajah malu.
 “ kenapa kamu cepat sekali datangnya, pemotretan anak-anak kira-kira pada waktu meraka  istirahat “ kata pak Zul pada Ari.
 Dalam hati Ari berkata  kenapa ia tak santai-santai saja, atau bahkan menolong lebih kepada nenek tadi.
 “ tapi tak apalah, lebih cepat lebih baik “ kata pak Zul senyum.
Pak Zul adalah kepala sekolah SMP, ia teman dekat almarhum Ayah Ari.
“ oh iya, saya sarankan photonya usahakan bener-bener bagus, karena ini untuk ijazah “ kata pak Zul. “ insya allah pak” jawab Ari.
” Kamu masih memikirkan perempuan tadi ya? “ tanya pak Zul tiba-tiba.
Lalu Ari tersipu malu, kenapa pak Zul tahu isi pikirannya. “ Aini itu guru baru pindah ke SMP saya, dia itu guru Bahasa Indonesia baru di tempat saya “ pak Zul menjelaskannya.
Dalam hati Ari berkata “ ternayata nama perempuan itu Aini “.
 “ jadi pukul berapa saya harus ke Sekolah pak? “ tanya Ari mencoba mengalihkan pembicaraan karena ia malu.
“ pukul 10 . 00 W.I.B, karena anak-anak istirahatnya pukul 10.20 W.I.B “ Jawab pak Zul.
“Kalo begitu saya pamit pak, saya ada perlu ke rumah teman saya sebentar
“ baiklah, lagian saya harus ke kantor Dinas Pendidikan ada janji dengan kepala Dinas pukul 08.00 W.I.B” jawab pak Zul, meraka berdua sama-sama berdiri,  dan pak Zul mengantar Ari samapi ke depan pintu rumah.
Sesampai di kantor Ijon, kantor pos. Ari bertemu dengan Ijon sedang menyusun surat. Mereka berbincang-bincang layaknya orang yang bersahabat. Ari melihat nama-nama penerima surat yang terletak di meja kerja Ijon. Lalu ia menemukan nama Aini Marlis. Lalu Ari bertanya kepada Ijon, karena ia berharap Aini yang ia baca tadi adalah Aini yang ia temukan di rumah pak Zul tadi pagi. Ijon mengatakan surat yang bernama Aini Marlis adalah langgananya, karena sudah dua minggu ini ia sering mengantarkan surat untuk Aini. Lalu Ari bertanya lagi, apakah Aini yang ia temui itu cantik. Menurut Ijon, perempuan itu cantik, tapi ia bertemu dengan Aini hanya beberapa kali. Karena yang sering menerima surat adalah ibunya atau neneknya, karena kata mereka Aini sedang pergi mengajar. Mendengar kata mengajar, lalu Ari kaget. Mungkin saja perkirannya benar.
Pukul sudah menunjukkan 10.10 W.I.B, Ari sudah sampai di SMP tempat dimana ia melakukan pemotretan. Ia duduk-duduk di labor IPA SMP tersebut, sambil menunggu jam istirahat. Ia melihat lingkungan SMP yang hijau oleh rumput-rumput di halaman sekolah. Lalu Ari melihat seorang perempuan yang ia kenal yaitu, Aini.
Aini lewat dihadapannya, dan berkata “ kamu yang ada di rumah pak Zul tadi kan? “ tanya Aini pas di depannya.
“ iya “ jawab Ari gugup.
“ oh iya nama saya Aini “ sambil menjulurkan tanganya “ dan Ari menyambut salam Aini sembari berkata “ Ari “.
 Perbincangan pun terjadi sebentar diantara mereka. Satu kata yang tersimpan oleh Ari yaitu, alamat rumahnya. Bel istirahatpun berbunyi, lalu mereka berpisah karena ia harus menjalankan tugasnya begitu juga dengan Aini ia juga harus pergi karena ada janji dengan teman di kantin sekolah.
Ke esokan harinya, Ari bermain ke kantor Ijon. Ari bertanya kepada Ijon, adakah surat untuk Aini hari itu. Namun sayangnya tidak ada surat untuk Aini hari itu. Ijon temannya bertanya dalam hatinya, kenapa tiba-tiba Ari ikut campur dalam urusan surat menyuratnya. Setiap hari Ari ke kantor pos untuk melihat surat untuk Aini ada atau tidak. Hari ketiga ia pergi ke kantor Ijon, akhirnya ada surat untuk Aini. Ari meminta Ijon, agar Ijon member Izin kepadanya untuk memberikan surat itu langsung kapada Aini. Awalnya Ijon tidak setuji dengan ide itu, namun Ari memohon kepadanya dan ia pun segan untuk menolak permintaan dari Ari karena mereka bersahabat sejak lama, dan lagian Ari belum pernah mengecewakan Ijon. Tapi sebelum Ijon memberikan izin kapada Ari, ia  menekankan terlebih dahulu kepada Ari agar menjaga surat itu, jika tidak maka Ijon yang akan kena marah oleh atasannya dan bisa-bisa ia dipecat.
Ari pergi mengantarkan surat untuk pertama kalinya kepada Aini. Ari pergi langsung kerumahnya. Setelah Ari mengetuk pintu rumah Aini, yang keluar hanya nenek yang sangat familiar baginya, tidak pikir lama lalu ia mengingatnya. Ternyata nenek itu adalah nenek yang ia tolong sewaktu ia menuju rumah pak Zul. Demikian juga dengan nenek yang lupa-lupa ingat dengan wajah Ari. Akhirnya mereka saling mengingat. Nenek mengingat Ari begitu juga denga Ari. Perbincancangan terjadi tak lama, ternyata nenek itu adalah neneknya Aini Marlis. Akhirnya surat itu tak langsung ke tangan Aini, hanya pada neneknya. Empat hari kemudian datang lagi surat untk Aini, lalu ia diberi izin oleh Ijon untuk mengantarnya. Di perjalan menuju rumah Aini, ia selalu berdoa agar ia menemukan Aini, dan langsung memberikannya pada Aini. Seperti biasanya ia selalu mengetuk pintu rumah terlebih dahulu baru mengucapkan salam. Akhirnya doa Ari pun terkabul, yang membukakan pintu adalah Aini itu sendiri. Awalnya Aini kaget, kenapa Ari yang mengantar suratnya itu. Lalu ia bertanya kenapa Ari yang mengantarkan surat itu. Awalnya Ari bingung mesti bicara apa, dan akhirnya ia berbohong kepada Aini, dan mengatakan Ijon tidak sempat mengantarkannya karena ia sibuk. Tiba-tiba nenek Aini muncul dan menyuruh Ari masuk. Katika Ari hendak menanggalkan sandal untuk masuk rumah, tiba-tiba Aini menghentikannya, ia  pun terkejut. “ ambil dulu sepeda kamu itu, karena di sini banyak maling. Walaupun itu siang hari “ kata Aini. Lalu Ari memasangkan sendalnya lagi, dan mengambil sepedanya di bawah pohon yang letaknya jauh dari teras  rumah. Setelah Ari mengambil sepeda ontanya itu, lalu ia menyandarkannya pada dinding sebelah kanan rumah Aini.
Ari disuguhi teh manis hangat oleh Aini. Tengah minum teh, nenek bercerita kepada Aini bahwa Ari adalah penyelamatnya waktu kecelakaan kemarin. Dan juga ia bercerita tentang cucunya. Nenek Aini orang yang open, enak di ajak ngobrol. Waktu sudah menunjukkan hampir sore, lalu Ari pamit pulang, dan menyalami nenek dan pamit pada Aini.
Setiap kali Ari mengantarkan surat untuk Aini, ia selalu menyandarkan sepedanya di tempat biasa, yaitu di dinding sebelah kana rumah. Untuk kesekian kalinya Ari mengantarkan surat untuk Aini. Akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya, siapa yang selalu mengirimkan surat untuknya itu.
 “ dia adalah pacarku “ jawab Aini datar.
Ari langsung lesu mendengarnya, putus harapannya untuk menjadikan Aini jadi pendampingnya. Beberapa saat kami terdiam. Tiba-tiba Aini bicara lagi
 “ tapi tak mungkin lagi rasanya jika aku harus mempertahankannya “.
 “ maksutnya? “ tanya Ari bingung.
“ mungkin kami akan putus “ jawab Aini.
“ kenapa “ tanya Ari.
“ adiknya suka semena-mena terhadapku, mungkin ia tidak suka terhadap hubungan kami, dan jarak kami terlalu jauh. Aku disini sementara ia disana.Dulu kami memang sering sama-sama, tapi keadaan tak seperti dulu lagi.  Mungkin dia akan jarang lagi mengirimiku surat dan setelah itu tak akan pernag lagi “ jatuhlah air matanya.
Setelah satu minggu sejak Aini bercerita tentang kekasihnya, datanglah surat untuknya. Surat itu masih dari  satu nama yang selalu mengiriminya surat yaitu Yudha Adrya. Ari ke rumah Aini untuk mengantarkan surat itu. Setelah sampai di rumah Aini, ternyata ia tidak ada di rumah, ia pergi mengajar. Setelah tahu Aini tidak di rumah, Ari langsung pergi ke SMP tempat ia mengajar. Ari menunggu Aini sampai selesai ia mengajar, lagi pula ia tidak ada kerjaan hari itu. Setelah Aini keluar dari gerbang sekolah, lalu ia memanggil Aini dan melambaikan tangannya. Ari menghampiri Aini, dan memberikan surat untuknya itu, namun Aini menyambut surat itu biasa saja, wajahnya langsung murung tidak bersemangat. Setelah Ari memberikan surat itu, lalu ia memboncengi Aini dan mengantarkannya pulang.
Sudah dua minggu surat untuk Aini tak pernah datang lagi, sedangkan ia ingin bertemu dengan Aini. Ari berpikir, apa alasan yang bisa membuatnya bertemu dengan Aini. Tidak lama ide cemerlangnyapun muncul. Minggu adalah waktu yang tepat untuk rencana ini, pikir Ari. Pagi-pagi Ari sudah rapi, karena ingin menjalankan rencananya.
 “ kamu ada job Ri? “ tanya ibunya.
 “ tidak bu, hanya saja ada yang mau Ari potret. Potret pemandangan indahnya dipagi hari “ jawab Ari.
Sesampai di sana, ia mengetuk rumah Aini dan mengucapkan salam. Langkah awal sepertinya berjalan, pikir Ari, karena yang membukakan pintunya adalah Aini sendiri. Aini pun heran kenapa Ari pagi-pagi ke rumahnya, dan hari minggu pula. Apakah Ari mengantarkan surat, pikir Aini.
 “ maaf Aini, aku mau motret-motret pemandangan dekat sungai di sana, jadi aku boleh titip sepedaku? “ agak gugup.
 “ owh, silakan “ Aini mempersilahkan Ari.
Seperti biasanya Ari menyandarkan sepedanya di tempat biasa. Minggu selanjutnya, ia di ajak oleh Ijon untuk pergi bersamanya.
“ besok temani aku ke pasar pagi ya Ri “ ajak Ijon.
 Ajakan Ijon membuatnya memunculkan ide baru, agar bisa bertemu lagi denga Aini. “ baiklah, jam berapa? “ tanya Ari.
 “ hmmm… kira-kira pukul 08.00 W.I.B lah, aku jemput kamu sebelum pukul delapan. Oke! “.
“ kamu jemput akudi rumah Aini saja “ kata Ari.
 “ kenapa di sana?” tanya Ijon heran.
 “ aku titip sepedaku di sana “ jawab Ari.
“ aku kan bisa jemput kamu di rumah ibumu, lagian aku pakai motor bapakku. Kita nggak usah repot-repot ngayuh sepeda”
“ kalau tidak begitu aku tidak bisa berjumpa dengan Aini, Ijon “ jawab Ari terus terang.
 “ kamu ini, ada-ada saja. Dari pertama aku sudah mengira kalau kamu jatuh hati pada Aini itu, makanya kamu itu bela-belain antar surat sejauh itu”.
Minggu pagi lagi-lagi Ari mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Untuk kedua kalinya ini yang membuka pintu adalah ibunya. Setelah bertemu dengan ibunya Aini, Ari memperkenalkan dirinya dan mengatakan bahwa ia adalah teman Aini. Di tengah-tengah sedang berbicara dengan ibunya Aini, datang Aini, dan ibunya langsung pamit ke belakang.
“ kamu pemotretan lagi? “ tanya Aini.
 “ tidak, aku hanya ingin pergi dengan temanku dan aku ingin menitipkan sepedaku lagi di sini. Bolehkah Aini? “.
“ boleh lah, kenapa tidak. Letakkan saja di tempat biasa “ jawab Aini.
 Sambil menunggu Ijon Ari dan Aini asyik berbincang-bincang.
Pada malam hari yang sunyi. Ari berpikir, disatu sisi ia bahagia, karena pria yang bernama Yudaha itu tidak pernah lagi mengirinya surat, itu bertanda mereka sudah tidak ada hubungan lagi. Di sisi lain, apakah Aini mencintainya. Sementara ia hanya tukang photo yang terkadang dapat  job, terkadang tidak sama sekali. Ari mencintai Aini, namun ia tak bisa mengungkapkannya, tapi kalaulah ia pendam terus, lama-lama sakit juga. Benar kata orang “ cinta itu di ibaratkan kentut, ditahan sakit dilepas malu “ pikirnya.
Keesokan harinya, Ari memberanikan diri untuk mengambil langkah untuk pendekatan. Ia menjemput Aini pulang mengajar. Ari menunggu di gerbang sekolah untuk kedua kalinya. Setelah anak-anak pulang, muncul lah Aini, tanpa Ari menyadarinya, ternyata Aini telah di sampingnya. Ari pun terkejut, melihat Ari terkejut Aini pun ikut terkejut.
 “ sejak kapan kamu berdiri di situ “ tanya Ari heran.
 “ belum lama “ jawab Aini senyum.
Setelah itu mereka berjalan berdua menuju arah sungai, Aini memegang tas dan bukunya, dan Ari memegang sepeda Ontanya sambil berjalan. Setelah sampai  di jembatan gantung  mereka hanya diam menikmati udara yang sejuk, dan di bawah jembatan gantung terdengar suara air sungai yang mengalir.       
  “ maukah kamu menikah denganku Ari “ tanya Aini tiba-tiba yang sangat mengejutkannya.
Ari hanya diam, tak tahu kata apa yang harus ia keluarkan.
 “ Okta Harianto, ku tanya sekali lagi. Apakah kamu mau menikahiku? “ tanya Aini dengan serius.
Lalu langkah Ari terhenti, begitu uga dengan Aini, dan meraka berhadapan.
 “ apakah kamu sedang bergurau? Apakah kamu serius? “ tanya Ari gugup.
“ setiap kali sepedamu bersandar di dinding rumahku, setiap itu pula kau sandarkan hatimu padaku. Bukan begitu Okta Harianto? “ tanya Aini senyum.
 Lalu Ari memberikan sepedanya itu pada Aini, dan berlari sekencang-kencangnya, dan berhenti di pertengahan jembatan gantung kemudian menghadap ke kanan jembatan.
 Lalu berteriak “ Aini! Aku Okta Harianto akan menikahimu Aini Marlis “. Dan Ari membalikkan badanya ke sebelah kiri jembatan. Lalu berteriak lagi “Aini! Aku Okta Harianto akan menikahimu Aini Marlis “.
         
TAMAT


Karya : Risanti Amelin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

indonesia!!!

Sumber : http://indonesiablogger.blogspot.com/2011/05/pasang-widget-blogger-indonesia.html#ixzz2IzlSUUlV

Template by:

Free Blog Templates